Selasa, 23 Juni 2009

Bank Mandiri: Kembangkan Sistem Pembayaran Real Time dan Online

Beberapa waktu lalu “Sajian Utama” Majalah SWA mengangkat topik tentang “The Best e-Corp”. Berdasarkan penilaian para panelis, yang terdiri dari para ahli dan praktisi TI, menetapkan Bank Mandiri yang terbaik untuk kategori “The Best IT System”.

“Nasabah kami selalu berharap mendapatkan kemudahan dalam bertransaksi, baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri,” ujar Sasmita, Direktur Pengelola & SEVP Teknologi & Operasional Bank Mandiri, mengungkap tujuan pengembangan sistem teknologi informasi (TI) di perusahaannya. Menerjemahkan harapan nasabah itu, ia menyebutkan sistem yang dibutuhkan adalah sistem yang online, real time dan fleksibel. Karena itulah, Bank Mandiri kemudian mengembangkan Domestic & International Payment System (DIPS).

Keistimewaan sistem pembayaran berbasis TI itu, dinilai dewan juri memberi pengaruh signifikan terhadap proses bisnis bank yang memiliki aset total Rp 255,28 triliun ini. gBank Mandiri melakukan perubahan terhadap sistem bisnisnya. Kadang-kadang orang menerapkan TI tanpa mengubah proses bisnisnya, sehingga penerapan TI itu tidak efisien. Dalam hal ini Bank Mandiri telah melakukan perubahan dalam proses bisnisnya sehingga bisa lebih efisien,h komentar Betti Alisjahbana, salah satu juri The Best e-Corp tahun ini.

Seperti apa kehebatan DIPS? Menurut Sasmita, sistem ini digunakan untuk mendukung proses transaksi domestik dan pembayaran internasional Bank Mandiri yang dikelola secara terpusat, baik transaksi outgoing maupun incoming dengan konsep straight through processing (STP) dan sameday service. Dengan begitu, diharapkan terjadi proses bisnis yang ringkas, seketika, dan online, serta sesuai dengan standar pembayaran internasional. “Tujuan dan target dari implementasi sistem ini adalah untuk memberikan tingkat pelayanan yang sama untuk semua produk dari seluruh channel guna memenuhi kepuasan nasabah,” Sasmita menuturkan.

Dijelaskan Sasmita, sebelum implementasi DIPS, pihaknya melakukan benchmarking ke sejumlah bank internasional yang mempunyai reputasi di bidang sistem pembayaran. Antara lain ke Bank of New York, Citibank, American Express Bank, dan Deutsche Bank. Timnya juga mempelajari sistem pembayaran domestik di Union Bank of California dan OCBC Bank. Untuk melakukan hal ini, Bank Mandiri membentuk tiga tim. “Lalu kami membuat request for proposal. Tim yang ada digabungkan untuk menyamakan persepsi. Dari situ terbentuklah usulan untuk membuat satu sistem pembayaran yang mempunyai konsep straight through processing,” papar Sasmita.

Dengan konsep STP, lanjut Sasmita, maka semua transaksi, baik untuk wilayah domestik maupun internasional, bisa diselesaikan cukup di front office saja. Dengan begitu, tidak ada lagi pemrosesan di back office atau processing centre lainnya. Mekanismenya? Untuk transaksi outgoing, ketika keputusan untuk transaksi diterima, maka seluruh perintah pendebitan ataupun pengkreditan – termasuk transmisi data atau perintah kepada bank di dalam dan luar negeri – sudah otomatis. Begitu pula, sistem akunting dan sistem pelaporan lainnya sudah termasuk dalam pemrosesan. Hal seperti itu pun terjadi pada transaksi incoming. Ketika menerima kiriman uang, melalui aplikasi SWIFT ataupun Real Time Gross Settlement (RTGS), maka secara otomatis sistem akan langsung mengkredit ke rekening nasabah. Jadi, tidak ada lagi orang yang memproses dan mengerjakannya, sebab semuanya sudah by system. “Jadi, pada saat transaksi dieksekusi di setiap terminal, pada saat itu pula seluruh transaksi diselesaikan oleh sistem secara otomatis ke tempat tujuan,” Sasmita menandaskan.

Proses implementasi sistem itu memakan waktu selama 18 bulan, hingga bisa go live dan siap digunakan pada Agustus 2003. Untuk pengembangannya, pihak Bank Mandiri melibatkan beberapa vendor dan konsultan. Antara lain, PT Silverlake Infotama, PT Praweda Ciptakarsa Informatika, PT Murni Solusindo Nusantara, dan Decillion Solution Pte. Ltd. Proyek ini memang tidak main-main karena didukung oleh 310 staf TI. Tak hanya itu, investasi yang dibenamkan pun relatif besar, yakni mencapai sekitar US$ 2,4 juta. Rinciannya: untuk belanja software (Windows 2000 dan O/S 400) US$ 1,24 juta; hardware (IBM AS/400 dan HP Blade Server) US$ 76 ribu; dan biaya jasa konsultan US$ 1,1 juta. Menurut Sasmita, lamanya proses implementasi disebabkan tidak bisa dilakukan sekaligus. “Bank Mandiri memiliki hampir seribu cabang sehingga implementasinya mesti bertahap,” ujar pria kelahiran Tasikmalaya, 8 Juni 1951 ini.

DIPS mencakup berbagai kegiatan dan sistem transaksi, yakni: BI-RTGS, clearing (BI-SKN), telegraphic transfer (SWIFT), cash letter, bank draft, collection, Western Union Money Transfer, Domestic Foreign Currency Settlement, dan mass transaction. “Pendekatan yang diambil oleh Bank Mandiri sangat bagus. Sebab dari awal mereka sudah melihat bahwa mulainya dari integrasi sehingga mereka memilih arsitektur yang sama, yakni sebuah sistem terpadu untuk semua sistem yang mereka kembangkan,” ujar Betti memuji. “Jadi setelah mendefinisikan arsitekturnya, mereka baru mulai menerapkan aplikasi-aplikasi. Sehingga begitu dibuat, meski pembuatannya agak lama, menjadi bagian yang integral dalam keseluruhan sistem. Maka, mereka bisa memberikan layanan yang konsisten ke semua channel yang mereka miliki,” tambahnya.

Menurut Sasmita, sebenarnya DIPS ini tercakup dalam proyek kolosal Bank Mandiri, yakni enterprise Mandiri Advanced System (eMAS). Program eMAS ini terdiri dari empat inisiatif utama. Pertama, memperkaya dan memperbarui delivery channel (dalam wujud SMS, Internet banking dan call centre). Kedua, membangun core banking system baru yang terintegrasi (mencakup modul CIF, deposit, loan, branch delivery, remittance, GL, kartu kredit, trade finance, dan treasury). Ketiga, membangun sistem informasi manajemen yang didukung teknologi data warehouse terkini (BI, reporting, MIS dan PMS). Keempat, memperkuat dan memperbarui sistem infrastruktur yang tangguh dan terpercaya (reliable), termasuk dari sisi jaringan (network).

Di antara proyek eMas itu, pada 2004 Bank Mandiri menjalankan proyek implementasi Disaster Recovery Centre (DRC) berbasis teknologi mirroring untuk mereplikasi data dengan memanfaatkan intelligent network berbasis protokol Internet (IP-based). Hasilnya, disebutkan Sasmita, terwujudlah jaringan komunikasi yang efektif dan efisien untuk mendukung operasional cabang, termasuk jaringan ATM, electronic banking, call centre, centralized back office, dan sebagainya.

Langkah penting lainnya, Bank Mandiri juga menerapkan berbagai sistem lain, seperti implementasi ERP (termasuk e-procurement dan automated budget monitoring), Human Capital Management System, Loan Origination System, memanfaatkan platform .Net, dan mencoba mengimplementasi konsep Service Oriented Architecture. “Pokoknya, pemanfaatan TI di Bank Mandiri telah mencakup seluruh kegiatan operasional perbankan,” tandas Sasmita dengan bangga.

gImplementasi program eMAS ini telah berhasil membangun fondasi yang kokoh bagi aplikasi, informasi dan infrastruktur kami,h kata Sasmita mengklaim. Menurutnya, proyek eMAS secara strategis dinilai mampu menunjang kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan, dalam hal pengembangan produk dan layanan baru, ekspansi jaringan, penambahan fitur, serta kebutuhan merger dan akuisisi. eMAS memang kolosal, sebab dana yang dihabiskan sekitar US$ 170 juta.

Apa dampak bisnisnya? Dijelaskan Sasmita, sejumlah benefit bisa diperoleh Bank Mandiri berkat implementasi sistem-sistem tersebut. Ia mengklaim, Bank Mandiri berhasil menekan cost of fund dengan memperbaiki funding mix melalui penurunan jumlah dana simpanan berbiaya tinggi (deposito berjangka) ke dana simpanan berbiaya rendah (tabungan dan giro). Rasio dana simpanan berbiaya rendah saat ini mencapai 54,2% dari total jumlah dana pihak ketiga. Selain itu, Bank Mandiri mampu mengurangi servicing cost dengan membangkitkan minat bertransaksi nasabah melalui penggunaan kanal berbiaya rendah seperti ATM, phone banking dan Internet banking. Peningkatan jumlah transaksi di cabang dan electronic delivery channel, diklaim Sasmita, terus meningkat hingga mencapai 72% dari seluruh jumlah transaksi. Saat ini volume transaksi yang dilaksanakan pada electronic channel mencapai dua kali lebih banyak dari transaksi konvensional di cabang. Sasmita menyebutkan, Bank Mandiri berhasil mengurangi komposisi pinjaman pada segmen korporat ke segmen individual, komersial, serta usaha mikro dan kecil. Ini seiring meningkatnya jumlah total pinjaman yang disalurkan, dengan LDR 57,6%.

Hingga Desember 2006, total transaksi keuangan yang diproses sistem mencapai 43 juta transaksi, atau meningkat 34% dari 32 juta transaksi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, per Agustus 2006, biaya setiap transaksi remittance adalah Rp 1.741,21. Aspek lainnya, sistem ketersediaan TI Bank Mandiri mencapai rata-rata di atas 99%. Artinya, nasabah dapat melakukan transaksi hampir setiap saat tanpa merasakan gangguan. “Prinsipnya, bank kami jadi bisa mengatur dengan optimal aset dan liabilitas, bisa mengendalikan profitabilitasnya secara optimal. Karena dengan sistem sentralisasi seluruh informasi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan bisa segera diketahui,” ujar Sasmita bersemangat.

Kendati begitu, diakui Sasmita, tidak berarti proses pengembangan sistem di Bank Mandiri tanpa kendala. Terutama dalam hal mengubah budaya perusahaan yang sudah terbentuk. “Setiap perubahan sistem yang paling berat adalah dalam hal change management, mengubah kebiasaan,” ia menandaskan. Untuk menyiasatinya, maka sosialisasi dan edukasi terus dilakukan dengan menerapkan disiplin manajemen proyek standar, dan konsisten dalam setiap proyek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar